Kamis, 30 Mei 2013 0 Comments

Kemanusiaan di Lintas Batas

Pernahkah anda menengok jauh ke daerah perbatasan Indonesia? Daerah2 seperti itu dominan merupakan tempat yang minim akan perhatian. Sudah bukan rahasia umum lagi. Dilihat dari segala aspek kehidupan semuanya hampir tertinggal dari daerah lain seperti sarana prasarana yang ada, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dsb padahal mereka sama seperti kita. Namun pernahkah kita mendengar keluhan mereka? Pernahkah kita dengar suara mereka saat mereka membutuhkan uluran tangan kita? Mereka jalani kehidupan mereka sendiri walaupun dalam keterbatasan dan kekurangan. Semua mereka jalani tanpa mengeluh sedikitpun. Tak pelak keadaan itu membuat kita miris. Bagaimana tidak? Semua keterbatasan itu menumbuhkan kemandirian pada diri mereka. Bahkan semangat nasionalisme mereka tidak luntur sedikitpun dari jiwa mereka. Namun ada kisah menarik di balik itu semua. Kisah tentang kemanusiaan di balik keterbatasan. Yang mungkin tidak semua orang tau. Kini di daerah2 tersebut telah didirikan sebuah rumah yang diberi nama “Rumah Rajawali”. Rumah ini berfungsi sebagai sarana belajar bagi anak2 di daerah perbatasan yang minim akan pembelajaran dan sarana pelayanan kesehatan gratis bagi warga disana. Rumah ini dikelola oleh para anggota TNI-AD yang sedang ditugaskan di daerah tersebut. Jadi selain menjaga keamanan di lintas batas Negara Indonesia, mereka memberikan bakti mereka kepada negeri tercinta ini dengan cara yang sungguh diluar dugaan kita semua. Mereka menjemput anak2 yang tempat tinggalnya jauh dari Rumah Rajawali tersebut dengan kendaraan dinas TNI-AD untuk bersekolah, menikmati hak mereka yang mungkin sedikit terampas oleh keadaaan. Secara bergantian para tentara itu mengajar anak2 disana. Selain itu mereka juga memberikan pelayanan kesehatan bagi warga disana yang kebetulan sakit atau sangat membutuhkan dengan cuma2 tanpa mengharap imbalan apapun. Selain para anggota TNI-AD tersebut ternyata masih ada sekumpulan orang yang masih peduli dengan keadaan ini. Mereka tergabung dalam GErakan Para Pendongeng Untuk Kemanusiaan (GEPPUK). Disana mereka berusaha untuk menghibur anak2 lewat kegiatan mendongeng, bermain, dsb secara rutin. Sungguh suatu kegiatan mulia apa yang telah mereka lakukan. Semoga lebih banyak lagi orang2 yang peduli akan nasib saudara2 kita di perbatasan. Sehingga apa yang kita lakukan sedikitnya dapat menghibur mereka walaupun tidak seberapa.Shafa's...




Sabtu, 18 Mei 2013 1 Comments

Moestadjab Sartimin, Veteran 45 yang Terlupakan

Moestadjab Sartimin, seorang veteran 45 yang saat ini tinggal di sebuah desa, tepatnya desa Sumber Waru kecamatan Binakal-Bondowoso. Usianya sudah tidak muda muda lagi. Tahun 2013 ini beliau genap berusia 91 tahun. Tapi jangan salah, rambut boleh memutih, kulit boleh berkeriput, tenaga boleh tak seperti dulu lagi tapi semangat tetap melekat di hati sang kakek. Dikediamannya yang bersih, sejuk dan masih asri (daerah pegunungan) beliau tinggal bersama dua keponakan yang sudah dianggapnya sebagai anak sendiri. Karena kebetulan beliau memang tidak memiliki anak. Sebenarnya ada empat keponakan yang dulunya tinggal bersama beliau namun yang dua harus ikut suami mereka masing2. Satu di Surabaya dan satunya lagi di Sulawesi. Foto yang terbuat dari arsiran pensil terpampang rapi di pigora di ruang tamu rumah beliau.
Dalam kesehariannya praktis tidak banyak yang dilakukan beliau. Mungkin yang rutin hanyalah berolah raga pada pagi hari sebelum matahari terbit, kemudian memotong kayu bakar yang ada di halaman belakang, dan ketika matahari mulai naik sepenggalah beliau duduk di kursi depan sambil menikmati suasana pada hari itu. Sungguh tenang kehidupan yang beliau jalani saat ini. Memang sekilas tak berbeda dengan orang biasanya, namun ketika kita lihat ke belakang sederet prestasi mentereng yang beliau torehkan. Tidak hanya itu, beliau juga salah seorang saksi sejarah yang masih hidup sampai saat ini. Semua kejadian masa lalu beliau ingat semuanya, tanpa ada yang terlupakan. Meskipun kini pendengaran beliau harus dibantu dengan alat, beliau tampak sangat menikmati segalanya. Ketika beliau bercerita, serasa terbawa ke peristiwa sebenarnya. Karena selama ini kita (penulis utamanya) hanya tahu sejarah lewat buku, maka ini merupakan kesempatan terbaik saya ketika mendengar langsung dari saksi sejarah-nya. Masa kecil beliau dihabiskan di Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang. Karena pada saat itu pengasuh pondok pesantren dengan terang-terangan meminta beliau dari orang tuanya untuk dijadikan anak angkat di sana. Pendidikan beliau adalah lulusan dari Taman Siswa. Pada masa itu tidak semua orang dapat bersekolah di sana. Hanya segelintir orang saja yang bisa, termasuk salah satunya yang beruntung adalah sang kakek ini, Moestadjab Sartimin. (Bersambung….)

BELANTARA INDONESIA

by admin :

by admin :
Ponkesdes Sumber Waru. Diberdayakan oleh Blogger.
 
;