Rabu, 29 Januari 2014

Moestadjab Sartimin, Veteran 45 Yang Terlupakan (habis)

Akhir Perjalanan Hidup Sang Kakek
Disela-sela kesehariannya sang kakek yang merupakan arek suroboyo asli ini, bercerita tentang banyak hal kepada saya. Rasanya memang tak pernah habis pengalaman yang pernah kakek alami semasa hidupnya. Setiap hari ada saja hal baru yang beliau ceritakan kepada saya sebagai generasi muda. Dimulai dari masa kecilnya dulu, beliau menceritakan bagaimana kerasnya masa kecil beliau dimana sejak lahir para penjajah sudah menjajah negeri Indonesia yang sangat beliau cintai ini. Penjajah silih berganti berdatangan, ada Belanda yang saat itu sudah menjajah negeri ini ratusan tahun jauh sebelum sang kakek lahir. Menurut beliau bangsa Indonesia saat itu masih belum sadar jika kekayaan alamnya dikuras habis oleh Belanda. Ada juga Jepang yang cukup singkat menjajah negeri ini namun penderitaan yang ditimbulkan sangat luar biasa. Sejalan bergulirnya waktu perlawanan muncul dibeberapa tempat, namun karena peralatan yang sederhana dan belum terkoordinasi dengan baik maka bangsa Indonesia saat itu selalu kalah dalam setiap pertempuran melawan penjajah. Sampai pada akhirnya memasuki tahun 1940-an perlawanan2 tersebut mulai terkoordinasi dengan baik berkat adanya seorang pemimpin yang dapat mempersatukan bangsa ini, dan masih menurut sang kakek dia adalah Soekarno dan Mohammad Hatta. Setiap peperanganpun sang kakek lalui dengan gagah berani dan tidak pernah takut mati. Satu yang beliau pegang bahwa yang utama adalah berdoa kepada Allah SWT. Dimanapun tempatnya dan bagaimanapun kondisinya beliau selalu meminta perlindungan Allah SWT untuk dirinya dan pasukan yang dia pimpin saat itu. Dan hasilnya luar biasa, beliau beberapa kali naik pangkat karena keberaniannya itu. Pernah suatu waktu beliau memimpin pasukan dan berhasil menumpas para pemberontak dalam waktu sekejap serta menyita ratusan senjata dan amunisi. Setelah kemerdekaan pun, kisah hidup sang kakek tidak lantas terhenti. Karena kepandaian dan keberaniannya, beliau ditunjuk sebagai salah satu pelatih di salah satu pasukan elit Indonesia saat itu RPKAD, yang saat ini dikenal dengan sebutan KOPASUS. Dari situ beliau kemudian berpindah dan menetap di Kota Bondowoso sampai sekarang. Di Bondowoso beliau sempat menjadi Babinsa untuk Kecamatan Curahdami, selanjutnya ditugaskan langsung oleh pusat sebagai Kepala Desa Sumber Waru selama kurang lebih 19 tahun lamanya pada kurun waktu 1970-an. Rekam jejaknya sebagai kepala desa tidak kalah mentereng dibandingkan saat perang dulu. Dari desa yang 0 prestasi, bahkan bisa dibilang sangat tertinggal beliau menyulap Desa Sumber Waru menjadi desa dengan segudang prestasi. Pembangunan dimana-mana. Akses jalan semakin mudah walau saat itu masih belum teraspal, didirikannya sekolah di atas tanah pribadi milik sang kakek, listrik yang tadinya belum ada namun perlahan mulai masuk walaupun masih segelintir orang yang bisa menikmatinya, kondisi lingkungan yang aman dan tenteram, dan masih banyak lagi kemajuan yang diperoleh beliau saat itu. Dibalik sukses yang diraih sang kakek, mustahil jika tidak ada seseorang yang mendukung dibelakangnya. Ya, beliau adalah Asminah, istri sang kakek. Dukungan yang sangat luar biasa diberikan sang nenek untuk suami tercintanya, entah itu ketika sang kakek di medan perang ataupun ketika menjabat sebagai kepala desa. Akan tetapi dibalik itu semua terasa ada yang kurang lengkap, karena sampai akhir hayat sang nenek, belum juga diberi kesempatan untuk memiliki keturunan. Namun kehidupan beliau berdua tetaplah hangat, harmonis dan penuh cinta dan kasih sayang. Sampai pada waktunya sang nenek wafat, cinta sang kakek tetaplah besar dan teramat dalam kepada sang nenek. Beberapa tahun setelah kepergian sang nenek, tepatnya pertengahan tahun 2010 itulah pertama kali saya mengenal seorang Moestadjab Sartimin. Saat itu saya memang ditugaskan sebagai tenaga kesehatan perawat di desa Sumber Waru. Kesan pertama begitu mengesankan dan saya sangat kagum terhadap beliau. Hari - hari saya lalui bersama beliau, tidak terasa sudah 3 tahun lebih saya menemani beliau di sana. Tepatnya tanggal 26 januari 2014 kemarin hal yang sangat tidak saya duga2 terjadi. Dengan tenang beliau berpulang ke Rahmatullah dan memenuhi panggilan Allah SWT dalam usia 92 tahun. Jujur saya merasa kehilangan. Ingin rasanya selalu menemani sang kakek di masa senjanya. Namun semua telah terjadi. Saya yakin kakek akan mendapat tempat yang terbaik disisi-Nya.Shafa's...

Selamat jalan kakek...

Proses Pemakaman di Taman Makam Pahlawan Bondowoso

3 Comments:

shafa naura mengatakan...

Saya ucapkan selamat jalan Kakek. Inilah penghormatan terakhirku untukMu. Mimpi2 mu akan diteruskan generasi muda...

Hasri yani mengatakan...

Selamat jalan putra terbaik bangsa semoga Allah menempatkan mulia disisinya.

Hasri yani mengatakan...

Aamiin yaa Rabbal aalamiin....

Posting Komentar

BELANTARA INDONESIA

by admin :

by admin :
Ponkesdes Sumber Waru. Diberdayakan oleh Blogger.
 
;