Kopi Arabika bondowoso mendunia mas, bahkan setiap bulan
dipastikan saya menerima kunjungan dari wisatawan mancanegara. Dari mana saja
pak, timpa saya!!! Hampir dari seluruh benua kecuali Afrika. Ada yang dari
Amerika Serikat, Eropa, Timur Tengah dan Asia. Itulah jawaban Pak Heru Setyo
Wibowo yang menjabat sebagai Sekretaris Koperasi Rejo Tani Kecamatan Sumber
Wringin Kabupaten Bondowoso Provinsi Jawa Timur. Selain sebagai Sekretaris
Koperasi beliau juga menjabat sebagai Ketua Kelompok Tani “Harapan Makmur VI”
yang merupakan satu dari 37 Kelompok Tani Kopi di Bondowoso yang merasakan
perubahan nasib setelah mereka meningkatkan standar olahan kopinya.
Sebelum tahun 2010, Pak Heru dan kawan-kawan adalah petani
kopi pada umumnya yang produksi Kopi Arabikanya hanya dihargai Rp. 2.000,-/kg
sampai dengan Rp. 3.000,-/kg untuk biji buah gelondongan, sedangkan untuk kopi
green bean hanya dihargai Rp. 22.000,-/kg sampai dengan Rp. 26.000,-/kg. Hal
tersebut terjadi karena Proses tata niaga yang panjang dan sistem ijon yang
tidak menguntungkan, menjadikan para petani kopi harus rela apabila kopinya
dihargai rendah oleh para tengkulak.
Pemerintah Kabupaten Bondowoso dengan menggandeng berbagai
elemen, yang bertekad untuk menjadikan Kopi Bondowoso menembus pasar dunia dan
mengangkat nasib petani. Bekerjasama dengan Asosiasi Petani Kopi, Bank
Indonesia Jember, Bank Jatim, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember,
Masyarakat Indikasi Geografis, dan PT. Indocom Citra Persada, Pemerintah
Kabupaten Bondowoso sejak tahun 2010 melakukan studi untuk memperbaiki proses
pengolahan dan tata niaga kopi.
Sejak tahun 2010, para petani kopi dibawah kaki Gunung
Ijen-Raung dibina dan dilatih untuk mengolah kopi dengan standar internasional.
Dimana sebelumnya, pengolahan kopi dilakukan secara tradisional. Petik Kopi
secara “rompalan” artinya tidak dipilah biji merah dan biji hijau yang belum
terlalu matang sehingga, sehingga kualitas biji kopi jadi rendah. Pengolahannya
juga hanya langsung dijemur dibawah terik matahari dengan alas terpal plastik
atau dijemur di aspal sehingga rasanya bercampur tanah. Tanpa melalui
proses-proses pengolahan kopi standar internasional.
Seluruh elemen tersebut kemudian bersinergi memperbaiki
proses pengolahan, penyediaan infrastruktur seperti gudang dan pengairan, hingga
tata niaga. Saya menyaksikan sendiri bagaimana kopi di Gunung Ijen-Raung ini
diolah secara teliti dan rapi. Kualitasnya pun kini sudah mendapat sertifikasi
internasional. PT. Indocom Citra Persada juga langsung membeli biji kopi dari
petani untuk diekspor, sehingga memotong proses panjang rantai distribusi. Bank
Indonesia Jember membantu menyediakan pipanisasi untuk proses pencucian dan
membersihkan kopi. Sebelumnya, air yang digunakan harus berbagi dengan warga
untuk keperluan rumah tangga akibatnya kopi tidak tercuci bersih karena
kekurangan air.
Hasilnya, kini para petani kopi Gunung Ijen-Raung bisa
mengekspor biji kopi sebanyak 300 ton setahun ke mancanegara. Kopi, yang diberi
label Ijen-Raung Coffee itu, diekspor ke berbagai negara Eropa seperti Belanda,
Italia, Swiss, Australia, Jepang, dan Amerika. Bahkan menurut Asisten Ekonomi
Pemerintah Kabupaten Bondowoso, gerai Starbucks di Amerika Serikat sudah
menggunakan kopi Bondowoso untuk jenis Java Coffee-nya.
Menurut Bapak Joko dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Jember, Java Coffee yang ada di mancanegara dapat dipastikan berasal dari
Gunung Ijen-Raung Bondowoso ini. Ia menceritakan ada seorang Belanda yang
pernah mencicipi secangkir kopi di Italia. Saking terkesannya, ia kemudian
mencari asal kopi yang nikmat itu. Ia melakukan perjalanan mencicipi kopi di
berbagai wilayah nusantara. Dari Aceh hingga Toraja. Tapi baru ia temukan kopi
yang sama dengan yang dicicipinya di Italia, saat sampai di Bondowoso. Ia
kemudian menjadi pembeli tetap produk Kopi Ijen-Raung Bondowoso.
Dari sisi petani kopi, perbaikan taraf hidup juga dirasakan
langsung oleh para petani kopi di Bondowoso. Saya bertanya pada Pak Sugianto,
yang telah menjadi petani kopi secara turun temurun. Seperti Pak Heru, Pak
Sugianto kini bangga dengan pencapaian kopi Bondowoso. Sejak lima tahun
terakhir ini, penghasilan dan taraf hidup mereka meningkat. Ekspor kopi ke
mancanegara telah mengubah kehidupan di desa mereka. Bahkan dengan bekal
peralatan dari bantuan Dinas Perkebunan Kabupaten Bondowoso dan Dinas
Perkebunan Provinsi Jawa Timur sekarang belaiu sudah bisa membuat bubuk kopi
sendiri yang langsung di pasok ke took sekitar bondowoso.
Pengangguran juga berkurang karena industri pengolahan kopi
melibatkan banyak tenaga kerja, termasuk ibu-ibu rumah tangga. Pada gilirannya,
kemiskinan juga berkurang signifikan di Bondowoso. Tak heran bila pada tahun
2014 ini, Kabupaten Bondowoso mendapat penghargaan dari Gubernur Jawa Timur
atas kebijakannya yang pro-poor karena mampu menurunkan tingkat kemiskinan.
Pak Heru tak puas dengan penghargaan, walaupun sudah
mendapat penghargaan sebagai petani berprestasi tingkat Jawa Timur. Bukan
penghargaan yang saya cari. Tapi saya ingin Kopi Bondowoso ini mengguncang
dunia, menembus pasar dunia, dikenal banyak orang. Karena ini adalah biji kopi
terbaik dunia !”, demikian ucapnya dengan nada bicara yang tegas
Pak Heru dan Pak Sugianto adalah contoh para pejuang ekonomi
yang punya idealisme tinggi. Mereka bukan sekedar mengolah dan menjual kopi.
Tapi punya cita-cita bagaimana agar kopi Indonesia bisa terus mendunia, dan tentunya nasib petani
kopi bisa meningkat lebih baik.
Kopi Ijen-Raung menjadi contoh klaster kopi yang sukses di
Indonesia. Pengelolaan yang dilakukan secara “HARMONIS”, saling bersinergi
antar berbagai elemen, bisa menjadi contoh bahwa penyelesaian masalah bangsa
ini membutuhkan kerjasama, sinergi, dan saling menghargai dari semua pihak.
Semoga klaster ini bisa menginspirasi berbagai daerah dan wilayah lainnya untuk
memperkuat komoditas-komoditas unggulannya, dan memperbaiki taraf hidup para
petani.
Sumber : Klik di sini